tupperware

Tupperware Dinyatakan Pailit, Apa Penyebabnya?

Karena penjualan terus menurun, produsen wadah makanan Tupperware akhirnya mengajukan kebangkrutan. Meskipun demikian, ia telah menjadi merek yang disukai ibu di banyak negara, termasuk Indonesia.

Tupperware mengumumkan kebangkrutan pada Selasa (17/9) jelang tengah malam waktu AS.

Perusahaan itu menyatakan bahwa mereka akan meminta persetujuan pengadilan untuk memulai proses penjualan perusahaan mereka agar mereka dapat tetap berjalan selama proses hukum.

Setelah berdiri selama lebih dari tujuh puluh delapan tahun, Tupperware telah menjadi begitu terkenal sebagai tempat penyimpanan makanan sehingga banyak orang menggunakan namanya untuk merujuk pada wadah plastik apa pun.

Selama beberapa tahun terakhir, Tupperware telah berusaha untuk mengubah produk-produknya dan mengembalikannya ke khalayak lebih muda. Wadah itu tetap tidak kompetitif.

Tahun lalu, perusahaan telah memperingatkan para investor bahwa ada “keraguan besar” tentang kemampuan perusahaan untuk bertahan jika mereka tidak dapat menggalang dana baru dengan cepat.

Setelah muncul laporan bahwa Tupperware berencana untuk bangkrut, harga sahamnya jatuh lebih dari separuh pekan ini.

Karena banyak orang yang memasak di rumah dan membutuhkan produk Tupperware untuk menyimpan makanan, penjualan Tupperware sempat meningkat selama pandemi COVID-19. Namun, setelah pandemi berakhir, penjualan kembali turun.

Sejarah Tupperware di Dunia Peralatan Makan

Earl Tupper adalah orang yang pertama kali mendirikan Tupperware pada tahun 1946, dan dia adalah orang yang pertama kali menciptakan dan mengembangkan segel kedap udara yang fleksibel.

Dengan menggunakan jenis plastik baru yang memungkinkan makanan tetap segar lebih lama, Tupperware membuat penemuan besar. Penemuan ini sangat berharga karena banyak keluarga masih menganggap kulkas terlalu mahal.

Namun, wanita bernama Brownie Wise mengembangkan ide pesta rumahan untuk memasarkan produk plastik Tupperware baru-baru ini.

Agen penjual yang biasanya perempuan akan mengundang wanita lain ke rumah mereka untuk melihat dan membeli berbagai produk Tupperware.

Pesta Tupperware kemudian menjadi model iklan langsung yang sukses dan acara sosial yang populer. Hasilnya, produk Tupperware telah menjadi favorit rumah tangga di Amerika Serikat dan bahkan di seluruh dunia.

Tupperware sekarang menjual produknya di 70 negara.

Tupperware sangat disukai oleh ibu rumah tangga di Indonesia.

Yel Fitria, 42 tahun, menjadi guru di sebuah sekolah swasta di Jakarta Timur pada tahun 2013 hingga 2014. Saat itu, dia telah mengikuti arisan Tupperware.

Ada sepuluh guru di sekolah yang berpartisipasi dalam arisan, yang harus membayar Rp100.000 setiap bulan. Alih-alih menerima uang tunai, pemenang arisan akan membawa pulang berbagai produk Tupperware senilai Rp1 juta.

“Jadi sebenarnya kita beli Tupperware dengan mencicil,” kata Fitria dalam sebuah wawancara dengan BBC News Indonesia. “Ini benar-benar trik dagang.”

“Terserah kita mau pilih produk apa, pokoknya senilai maksimal Rp1 juta, kalau kurang boleh.”

Fitria memilih berbagai barang untuk dibeli sebagai pemenang arisan, termasuk empat piring, enam kotak camilan dengan berbagai ukuran, satu tempat makan untuk anak-anak, dua botol minum besar, dan dua botol minum anak-anak.

Meskipun Fitria tidak pernah memakai pakaian Tupperware sebelum mengikuti arisan, dia hanya tahu bahwa produk Tupperware memiliki “prestise” tertentu dan merupakan merek terkenal.

Masalahnya adalah ia tidak tahu di mana harus membeli Tupperware. Karena itu, dia tertarik ikut arisan Tupperware.

Setelah arisan berakhir, Fitria menjadi ketagihan dan mulai membeli produk Tupperware lainnya secara teratur, baik di pasar pagi maupun di loka pasar online.

Bahkan dia dan tetangganya yang sesama ibu-ibu bersaing satu sama lain.

“[Tetangga] sudah punya yang ini. Aku belum. Besoknya beli.” Fitria tertawa.

“Padahal, pas sudah punya, tidak dipakai, jadi pajangan.”

Fitria mengatakan bahwa banyak produk Tupperware di rumahnya tidak terpakai dan hanya tersimpan rapi di lemari karena merasa “sayang”, terutama karena harganya yang mahal.

Hanya satu atau dua barang yang digunakan secara teratur, seperti kotak bekal yang dibawa anaknya ke sekolah.

Selain itu, pasangannya pernah menghilangkan satu kotak bekal Tupperware.

Sepertinya [suami] mengalami trauma. Saya pernah dimarahi karena tidak menemukan tempat makan. Fitria mengatakan bahwa harganya setiap satunya adalah Rp265.000.

Dia membawa makanannya dalam kotak plastik sekali pakai setelah itu.

Dia juga menyatakan bahwa ibu-ibu lain melakukan hal yang sama. Misalnya, orang yang membawa bekal piknik pasti akan menjaga kotak Tupperware-nya rapat. “Supaya tetap ada,” kata Fitria.

Fitria mengatakan bahwa banyak produk Tupperware di rumahnya tidak terpakai dan hanya tersimpan rapi di lemari karena merasa “sayang”, terutama karena harganya yang mahal.

Hanya satu atau dua barang yang digunakan secara teratur, seperti kotak bekal yang dibawa anaknya ke sekolah.

Selain itu, pasangannya pernah menghilangkan satu kotak bekal Tupperware.

Sepertinya [suami] mengalami trauma. Saya pernah dimarahi karena tidak menemukan tempat makan. Fitria mengatakan bahwa harganya setiap satunya adalah Rp265.000.

Dia membawa makanannya dalam kotak plastik sekali pakai setelah itu.

Dia juga menyatakan bahwa ibu-ibu lain melakukan hal yang sama. Misalnya, orang yang membawa bekal piknik pasti akan menjaga kotak Tupperware-nya rapat. “Supaya tetap ada,” kata Fitria.

Ibu beranak tiga Wanty Sumarta dari Jakarta Selatan juga mengalami masa ketika produk Tupperware sangat populer.

Tentang sepuluh hingga lima belas tahun yang lalu, teman-temannya disebut rajin mengumpulkan produk-produk Tupperware yang mahal.

Wanty, 62 tahun, mengatakan, “Kalau lagi arisan, ibu-ibu itu pas ngobrol ngebanggain lemarinya isinya produk Tupperware satu warna semua.”

“Kan dulu iklannya begitu. Buka lemari, satu warna semuanya, dengan berbagai bentuk [produk]”, kata iklan tersebut.

Menurutnya, banyak orang menjadi “tergila-gila” karena memiliki Tupperware menjadi “kebanggaan”.

Namun, Wanty mengatakan bahwa trennya telah berubah belakangan ini. Semakin banyak produk bermerek lain yang lebih murah dan memiliki desain yang lebih beragam telah muncul.

“Sekarang sudah enggak segitunya ya,” kata Wanty.

Saham Terus-Menerus Anjlok

Sementara itu, ada laporan bahwa perusahaan Tupperware berencana untuk mengajukan kebangkrutan, dan sahamnya turun lebih dari lima puluh persen dalam satu minggu.

Karena tren memasak di rumah selama pandemi, penjualan Tupperware sempat melonjak, tetapi tidak banyak. Karena kenaikan biaya bahan baku, upah, dan biaya transportasi, margin keuntungan juga berkurang.

Sekarang perusahaan sedang mempersiapkan pengajuan pailit, tetapi rencana ini belum lengkap dan dapat berubah.

Tupperware sudah sangat mendominasi pasar selama ini. Meskipun bukan merek Tupperware, namanya menjadi sangat mirip dengan wadah penyimpanan makanan.

Semua orang tahu bahwa Earl Tupper mendirikan Tupperware pada tahun 1946, dan dia juga yang menciptakan segel kedap udara yang fleksibel.

Pada tahun 1950-an dan 60-an, perusahaan ini menjadi terkenal ketika orang-orang mengadakan “Pesta Tupperware” di rumah mereka untuk menjual wadah plastik kepada teman dan tetangga.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *